Langsung ke konten utama

Memeluk Memori

     Gadis ini sudah naik satu tingkat dari 17 tahun, yaitu 18 tahun. Bahkan saya berharap untuk diri saya sendiri agar dapat menjadi perempuan dewasa, yang bijak mengambil segala keputusan dan selalu siap melewati rintangan kehidupan.


     Saya baru merasakan sedikit hawa kebebasan setelah menghirup udara asing selepas lulus dari 12 tahun wajib sekolah. Untuk beberapa bulan, saya meninggalkan kebiasaan menulis sampai beberapa halaman dalam semalam untuk tugas. Bukan hanya itu karena masih banyak hal lain yang saya tinggalkan, sampai saya rindu rasanya masa SMA yang baru saya tinggalkan beberapa bulan lalu.


     SMA adalah wadah dari segala awal mula hingga saya mengerti apa dan bagaimana caranya  merajut kehidupan untuk masa depan, termasuk kisah cinta.

     Saya bersemangat menuju jenjang perkuliahan, seolah akan ada dunia luas yang menyambut saya dijenjang tersebut.

     Sayapun sulit berpegang teguh dalam satu hal, yaitu perasaan saya. Setelah mengalami banyak kejadian indah di masa SMA, dominannya kisah cinta. Saat dimana saya masih bisa duduk berseblahan dengan si dia, mampu menggapai batang hidungnya hingga mampu mendengar dan merasakan deru nafasnya. Tidak lagi untuk sekarang atau bahkan esok.

     Lambat laun saya sadar bahwa semua kisah silih berganti, begitupun kisah cinta yang mana seperti teka teki, datang lalu pergi. Hebatnya, namun hanya segelintir yang mampu datang lalu tetap bertahan kala jarak membentang.

     Bukan jarak yang bisa dihitung beberapa meter, namun ini soal jarak yang bisa memakan waktu perjalanan lebih dari 5 jam dengan kecepatan rata2. Makanan sehari2 hanyalah rindu dan cemas. Sedangkan yang bisa diandalkan hanyalah "Kepercayaan".


     Saya bahkan tak berencana berfikir sejauh ini soal Cinta. Namun karena perasaan saya begitu kuat, saya ingin kisah cinta di masa SMA saya tetap bertahan hingga nanti. Sebelum ini saya tak pernah merasakan perasaan sehebat ini, hingga rela menolak segala hal demi mempertahankan satu yang bagi saya amat spesial.

     Bahkan jika kau bertanya mengapa bisa spesial? Saya tak tau jawabannya. Karena hal itu datang begitu saja dihati dan logika saya.

     Memori lama di masa SMA, tentang bagaimana awal mula perasaan itu ada hingga tumbuh sebesar ini. Hati ini dihujam rindu, inginku menatap matanya secara langsung seperti candu yang tak bisa saya tuntaskan, cemas karenanya seakan bayangan dibelakang raga ini.

     Dibanding masa SMA yang menyimpan jutaan memori bahagia, saya sedang memperkokoh diri untuk selalu dapat kuat memeluk beban indah tersebut. Harapan saya agar tidak goyah meski seringnya rasa lelah yang akan saya hadapi, juga takkan pernah tumbang meski badai menghampiri.

     Sejauh ini saya berharap ia selalu bisa menepati janjinya untuk menjaga kepercayaan kedua yang saya beri. Semoga. Aamiin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari semalam

Jika saja aku tak merasakan kantuk yang luar biasa, Mungkin aku sudah menuliskan ini dari semalam, Ada beberapa patah kata yang kutuliskan semalam sebagai penghantar tidurku, bukan dengan mendengarkan lagu seperti biasa untuk mengiringi tidurku, aku malahsedikit  menuliskan curahan hatiku lewat kata. Cuaca pagi ini mendung, gerimis hujan tadi membasahi tubuhku yang lepas demam ini. Semoga saja tubuhku kembali membaik karena nyatanya sakit ditanah rantau itu amat menyiksa. Tapi sebab orang2 yang masih menyayangiku, rasa tekad untuk lekas sembuh ini sangat kuat. Aku tak ingin memanjakan tubuhku, aku harus sembuh. Selain itu tanpa aku hiraukan, mungkin seonggok hati didalam tubuhku ini juga perlu disembuhkan dari segala hal yang membuatku merasa perih. Tak apa aku akan pelan2 melakukannya dengan berdamai menghadapi segala kebahagiaan dan keperihan yang diberikan oleh kekasihku sekarang. Seperti kata-kataku postingan sebelumnya, aku benar belum pernah berjua dengannya. Sampai deti...

Berbelit-belit

Aku melihat daun yang berembun dipagi ini. Setitik air disana mengingatkanku pada banyaknya tumpahan air mata yang ada semalam lalu. Disaat kita berpisah meski hanya hitungan jam. Sungguh sebenarnya kata-katamu amat menyakitkan hatiku Namun apa hakku untuk melarangmu mengatakan itu semua? Termasuk salam perpisahan dan keputusan untuk menyudahi hubungan kita. Aku tahu, bahkan semua teman-temankupun tahu tentang hubunganku dengan kamu hanya sebatas Long Distance lewat Social Media tanpa pernah berjumpa. Yang sebagian besar orang anggap untuk pertemuan dan keberhasilan hubungan itu cuma kemungkinan yang paling kecil. Syukur-syukur bila nanti ada pertemuan. Awalnya aku kira kita bisa melewati keraguan seperti itu kedepannya, namun agaknya semua tlah terjawab semalam. Malam tepat dimana hari aku akan beristirahat untuk besok memulai hari kerja-ku, malam dimana aku mengharapkan kamu mengucapkan selamat malam dan menyuruhku beristirahat sayang. Malam itu kamu justru melontarkan segelintir k...